Smart Parents, pernah nggak tanpa sadar mengucapkan sesuatu ke anak dengan niat memotivasi, tapi justru membuat anak diam dan murung? Kita semua ingin anak menjadi pribadi yang baik, mandiri, dan sukses. Tapi hati-hati, ada satu kalimat yang sering terdengar sepele, bahkan dianggap wajar, padahal dampaknya bisa menyakitkan dan menetap di hati anak sampai dewasa.
Kalimat yang Dimaksud Adalah…
“Kenapa kamu nggak bisa kayak kakak/adik/teman kamu?”
Atau versi lainnya:
- “Kakak aja bisa, kamu kok nggak?”
- “Lihat tuh si B, pinter banget. Kamu kapan bisa kayak gitu?”
- “Kamu tuh bikin mama capek. Kenapa sih nggak bisa seperti si A?”
Ya, ini adalah kalimat perbandingan, dan walau terdengar biasa di telinga orang dewasa, di hati anak kalimat ini bisa sangat menyakitkan.
Dampak Kalimat Perbandingan pada Anak
Membandingkan anak dengan orang lain bisa meninggalkan luka psikologis yang sulit disembuhkan. Ini bukan sekadar membuat anak “malu” atau “termotivasi”, tapi bisa:
- Menurunkan harga diri: Anak merasa dirinya selalu kurang.
- Membuat anak merasa tidak dicintai apa adanya: Seolah kasih sayang orang tua bersyarat.
- Menumbuhkan rasa cemburu dan permusuhan: Terutama jika dibandingkan dengan saudara kandung.
- Mengikis kepercayaan diri: Anak takut mencoba karena merasa akan gagal seperti “biasa”.
- Menciptakan hubungan penuh tekanan: Anak menjadi people-pleaser atau sebaliknya — anak penuh amarah.
Banyak orang dewasa yang masih mengingat kalimat ini dari masa kecilnya — dan masih merasa sakit saat mengingatnya.
Kenapa Orang Tua Sering Mengucapkan Kalimat Ini?
- Karena dulu juga dibesarkan dengan cara yang sama.
Banyak dari kita dibesarkan dengan kalimat seperti ini dan merasa “baik-baik saja”, padahal luka itu tetap ada. - Berharap anak termotivasi.
Orang tua berharap rasa bersaing akan membuat anak ingin lebih baik, padahal perbandingan justru mematahkan semangat. - Tidak tahu pilihan kata yang lebih positif.
Komunikasi yang sehat itu perlu dilatih. Dan tidak semua orang tua mendapatkan bekal ini sejak awal.
Cara Menghindari dan Mengganti Kalimat Ini
Smart Parents bisa mengubah pendekatan tanpa kehilangan arah pengasuhan:
✅ Ganti perbandingan dengan pujian spesifik:
Daripada: “Kenapa kamu nggak kayak kakak?”
Katakan: “Mama tahu kamu belajar pelan-pelan. Usahamu mama lihat, dan mama bangga.”
✅ Fokus pada proses, bukan hasil:
“Kamu udah berani mencoba, dan itu hebat. Nanti kita coba lagi bareng, ya.”
✅ Bandingkan anak dengan dirinya sendiri:
“Dulu kamu belum bisa gambar bentuk, sekarang udah bisa. Kamu hebat banget.”
✅ Validasi perasaan anak:
“Kamu sedih karena belum bisa? Wajar kok. Semua orang belajar dari awal.”
Kalimat Lain yang Terlihat Sepele Tapi Bisa Menyakiti
- “Udah, jangan lebay!”
Anak jadi takut menunjukkan emosi. Padahal mereka butuh validasi. - “Gitu aja nangis.”
Anak merasa emosinya salah dan tidak penting. - “Kamu bikin malu deh.”
Anak jadi takut mencoba di depan orang lain karena trauma direndahkan. - “Bandel banget sih kamu!”
Anak akhirnya menginternalisasi label tersebut: “Aku memang anak bandel.”
Kata-Kata Adalah Dunia Bagi Anak
Bagi orang dewasa, satu kalimat bisa segera dilupakan. Tapi bagi anak, kalimat dari orang tuanya bisa menjadi label yang menempel selamanya. Mereka belum punya kemampuan untuk memfilter ucapan. Apa yang kita katakan, langsung mereka simpan sebagai kebenaran.
Anak belajar siapa dirinya dari kata-kata kita. Maka tugas kita adalah menjadi sumber kata-kata yang membangun, bukan menghancurkan.
FAQ – Pertanyaan Umum Seputar Pola Komunikasi Orang Tua
Q: Bolehkah menegur anak dengan nada tinggi?
A: Teguran tetap boleh, tapi hindari nada tinggi yang menakutkan atau merendahkan. Gunakan nada tegas tapi tetap penuh kasih.
Q: Kalau anak bandel, apa salah disebut nakal?
A: Label seperti “nakal” atau “bandel” membuat anak fokus pada identitas negatif. Lebih baik arahkan pada perilaku: “Mama tidak suka kalau kamu lempar mainan.”
Q: Bagaimana jika anak memang lebih lambat dari saudaranya?
A: Setiap anak berkembang dalam waktu yang berbeda. Fokuslah pada kemajuan kecil yang mereka capai setiap hari.
Q: Kata-kata positif beneran ngaruh?
A: Ya! Riset menunjukkan bahwa anak yang mendapat afirmasi positif tumbuh dengan rasa aman, percaya diri, dan empatik.
Penutup
Smart Parents, kalimat perbandingan mungkin terasa ringan di lidah, tapi bisa sangat berat di hati anak. Mari bersama-sama belajar memilih kata yang membangun, bukan meruntuhkan. Setiap ucapan kita adalah investasi dalam kesehatan mental dan emosi anak.
Kalau Smart Parents ingin belajar lebih banyak soal komunikasi sehat dengan anak, tim Omah Anak siap menemani dan membekali Anda. Karena setiap anak berhak merasa dicintai, tanpa syarat dan tanpa perbandingan ❤️

Butuh Kosultasi Dokter Anak?
Segera datang ke Omah Vaksin untuk konsultasi langsung dengan dokter Dewi SpA